Tuesday, June 28, 2011

Dalil-Dalil Tentang Boleh nya Tawassul

Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:


Dalil dari alqur’an. 1. Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :

ياأيها الذين آمنوااتقواالله وابتغوا إليه الوسيلة

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."

Suat Al-Isra', 57:
أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَان مَحْذُوراً (17.57)
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka [857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. [857] Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.

Lafadl Alwasilah dalam ayat ini adalah umum, yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat [mati,] ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik [amal sholeh].

2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak jaman sebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni N. Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98).
قَالُواْ يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ. قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
97. Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)".
98. N. Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Di sini nampak jelas bahwa sudah sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas mengistilahkan "ayyuhum aqrabu", yakni memilih orang yang lebih dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah.
3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134 dengan istilahبِمَا عَهِدَ عِندَكَDengan (perantaraan) sesuatu yang diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).




Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37
فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
"Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."Kalimat yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.
4. Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا

"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Dalil dari hadis.
a. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir

Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW. Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا ربى ! إنى أسألك بحق محمد لما غفرتنى فقال الله : يا آدم كيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال : يا ربى لأنك لما خلقتنى بيدك ونفخت فيّ من روحك رفعت رأسى فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لاإله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى إسمك إلا أحب الخلق إليك فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي، ادعنى بحقه فقد غفرت لك، ولولا محمد ما خلقتك (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ج : 2 ص: 615)

"Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku". Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?" Adam menjawab:"Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah" maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu"

Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih.

Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan redaksi :
فلولا محمد ما خلقت آدم ولا الجنة ولا النار (أخرجه الحاكم فى المستدرك ج: 2 وص:615)

Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.
Walaupun dalam menghukumi hadis ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap seorang rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi Muhammad SAW adalah boleh.
b. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya.
Diriwatyatkan oleh Imam Hakim :
عن عثمان بن حنيف قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وجاءه رجل ضرير
فشكا إليه ذهاب بصره، فقال : يا رسول الله ! ليس لى قائد وقد شق علي فقال رسول الله عليه وسلم : :ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك لنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى لى عن بصرى، اللهم شفعه فيّ وشفعنى فى نفسى، قال عثمان : فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل وكأنه لم يكن به ضر. (أخرجه الحاكم فى المستدرك)

Dari Utsman bin Hunaif: "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah berkata"Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat, dan berkata:"bacalah doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat". Utsman berkata:"Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar". (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak)
Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanad walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib 1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.

c. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW setelah meninggal.
Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :
عن أبى الجوزاء أ وس بن عبد الله قال : قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة فقالت : انظروا قبر النبي فاجعلوا منه كوا إلى السماء حتى لا يكون بينه وبين السماء سقف قال : ففعلوا فمطروا مطرا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتى تفتقط من السحم فسمي عام الفتق ( أخرجه الإمام الدارمى ج : 1 ص : 43)
Dari Aus bin Abdullah: "Sautu hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: "Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung", maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk" (Riwayat Imam Darimi). Diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
عن أنس بن مالك إن عمر بن خطاب كان إذا قطحوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال : اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا ننتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال : فيسقون (أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137 )
Riwayat Bukhari: dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:"Ya Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan.

d. Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul .
عن أبى سعيد الحذري قال : رسول الله صلى الله عليه وسلم : من خرج من بيته إلى الصلاة، فقال : اللهم إنى أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاى هذا فإنى لم أخرج شرا ولا بطرا ولا رياءا ولا سمعة، خرجت إتقاء شخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تعيذنى من النار، وأن تغفر لى ذنوبى، إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، أقبل الله بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك (أخرجه بن ماجه وأحمد وبن حزيمة وأبو نعيم وبن سنى).

Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu", maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya". (Riwayat Ibnu Majad dll.).
Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengan sanad yang ma'qool, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan.( Targhib Wattarhib 2/ 119).
Alhafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni.(Nataaij Alafkar 1/272).

Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini dikitab Ikhya’ Ulumiddin mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan, (1/323).
Imam Bushoiri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan hadis ini shohih, (Mishbah Alzujajah 1/98).

Pandangan Para Ulama’ Tentang Tawassul
Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama terdahulu. Kadang sebagian orang masih kurang puas, jika hanya menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya dengan dalil saja tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan ulama’ mengenai hal tersebut.
a. Pandangan Ulama Madzhab
Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat". (Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).
Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahagi bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita"
(شواهد الحق ليوسف بن إسماعيل النبهانى ص:166)

Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya:
آل النبى ذريعتى # وهم إليه وسيلتى
أرجو بهم أعطى غدا # بيدى اليمن صحيفتى
(العواصق المحرقة لأحمد بن حجر المكى ص:180)
"Keluarga nabi adalah familiku, Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan kananku"
b. Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom hal 160)
c. Pandangan Ibnu Taimiyah
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
أن النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى وصححه).

Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya'faat". Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)

d. Pandangan Imam Syaukani
Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain ( orang sholeh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para shohabat.
e. Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab [pendiri Wahabi].
Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot. Maka beliau membantah : “ Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar. Dan ini diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah ( surat pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12 dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh Universitas Muhammad Bin Suud Riyad bagian ketiga hal 68)

Dalil-dalil yang melarang tawassul
Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah sebagai berikut:
1. Surat Zumar, 2:
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah
2. Surah al-Baqarah, 186:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ 2. 186.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah.

Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.

3. Surat Jin, ayat 18:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً 72. 18.
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.

Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah.
Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara, bukan menyekutukan Allah atau meminta kepada selain Allah.

Dan akhirnya kita berserah diri kepada Allah yang tidak punya sekutu bagi Nya, semoga kesalahan pemahaman tentang Tawassul yang terjadi selama ini, dapat berubah menjadi hidayah bagi kaum pengingkar, sekurang2nya mereka tidak lagi mengkafirkan, membid'ahkan dan mensyirikkan orang lain sembarangan, semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua, Amiin

Imam Junayd al-Baghdadi [Imam nya tasawwuf Ahlus Sunnah Waljama'ah]

Dalam kitab Tadzkiratul Auliya, Syeikh Fariduddin ‘Aththar menjelaskan, bahwa Syeikh Abul Qasim Al-Junayd ibnu Muhammad al-Zujaj (Junayd al-Baghdadi) adalah putera dari seorang pedagang barang pecah belah (kaca) dari Nahawand dan keponakan Sarri as-Saqathi, Ia juga dekat dengan Al-Muhasibi. Beliau lahir dan besar di Irak.
Abul Qasim Al-Junayd merupakan tokoh paling terkemuka dari mazhab Tasawuf, bahkan kelak beliau mendapat gelar sebagai Sayyidush Shufiyah (Pangeran Kaum Sufi). Ia memerinci sebuah doktrin teosofikal yang menentukan seluruh rangkaian latihan sufisme ortodoks dalam Islam.
Ia menjelaskan teori-teorinya dalam pengajaran-pengajarannya, serta dalam serangkaian suratnya yang hingga kini masih ada, yang ditujukan kepada sejumlah tokoh pada masanya.
Abul Qasim Al-Junayd merupakan pemimpin sebuah mazhab yang besar dan berpengaruh. Beliau juga dikenal sebagai seorang mufti dalam mazhab Abu Tsaur, murid Imam Syafi’i.
Al-Junayd wafat di Baghdad pada hari Sabtu tahun 297H/910M.

Masa Kecil Imam Junayd al-Baghdadi
Sejak kecil, Junayd telah memiliki kedalaman spiritual, telah menjadi seorang pencari Tuhan yang bersungguh-sungguh, sangat disiplin, bijaksana, cepat mengerti dan memiliki intiusi yang tajam.
Suatu hari, ia pulang ke rumah dari sekolah. Ia menemukan ayahnya tengah menangis.
“Ayah, apa yang terjadi?” Tanya Junayd.
“Ayah ingin memberikan sedekah kepada pamanmu, Sarri,” tutur sang ayah. “Namun ia tidak mau menerimanya. Ayah menangis karena ayah telah mencurahkan seluruh hidup ayah untuk dapat menyisihkan uang lima dirham ini, namun ternyata uang ini tidak memenuhi syarat untuk dapat diterima oleh salah seorang sahabat Allah.”
“Berikan uang itu kepadaku dan aku akan memberikannya kepada paman Sarri. Dengan begitu, ia mungkin mau menerimanya,” kata Junayd.
Sang ayah memberikan uang itu kepadanya, lalu Junayd pun pergi. Sesampainya di rumah pamannya, Junayd mengetuk pintu.
“Siapa itu?” terdengar suara dari dalam rumah.
“Junayd,” jawab sang bocah. “Buka pintu dan terimalah tawaran sedekah ini.
“Aku tidak menerimanya,” pekik Sarri.
“Aku mohon, terimalah ini, demi Allah Yang telah begitu dermawan padamu dan telah bagitu adil pada ayahku,” pekik Junayd.
“Junayd, apa maksudmu Allah begitu dermawan kepadaku dan begitu adil kepada ayahmu?” Tanya Sarri.
Junayd manjawab, “Allah begitu dermawan padamu karena Dia menganugerahimu kemiskinan. Sedangkan kepada ayahku, Allah telah begitu adil dengan menyibukkannya dengan urusan-urusan dunia. Engkau memiliki kebebasan untuk menerima atau menolak sekehendak hatimu. Sedangkan ayahku, suka atau tidak, harus menyampaikan sedekah yang dititipkan Allah padanya kepada orang yang berhak.”
Jawaban Junayd ini menyenangkan hati Sarri. “Anakku, sebelum aku menerima sedekah ini, aku telah lebih dulu menerimamu,” ujar Sarri.
Setelah berkata begiru, Sarri membuka pintu dan menerima sedekah itu. Ia menempatkan Junayd di tempat yang istimewa dalam hatinya.
Junayd baru berusia tujuh tahun saat Sarri mengajaknya berhaji. Di Masjidil Haram, masalah syukur tengah dibahas oleh empat ratus syeikh. Masing-masing syeikh mengemukakan pandangannya.
“Utarakanlah pendapatmu,” kata Sarri pada Junayd.
Junayd berkata, “Syukur berarti engkau tidak bermaksiat kepada Allah dengan menggunakan karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu, juga tidak menjadikan karunia-Nya sebagai sumber ketidak-taatan pada-Nya.
“Bagus sekali, benar-benar merupakan pelipur lara bagi para Mukmin sejati,” pekik para syeikh itu.
Keempat ratus syeikh itu sepakat, bahwa tidak ada definisi syukur yang lebih baik daripada apa yang telah dikatakan oleh Junayd.
“Anakku,” ujar Sarri, “segera tiba saatnya, lidahmu menjadi sebuah karunia istimewa dari Allah untukmu.”
Junayd menangis tatkala
mendengan pamannnya berkata begitu.
“Darimana engkau belajar?” tanya Sarri.
“Dari duduk bersamamu,” jawab Junayd.
Junayd lalu kembali ke Baghdad dan menjadi penjual barang pecah belah. Setiap hari ia pergi ke tokonya, menutup tirai toko, lalu mendirikan shalat empat ratus rakaat.
Selang bebenapa lama, Ia akan meninggalkan tokonya dan pergi kesebuah ruangan di serambi rumah Sarri. Disana ia menyibukkan diri dengan penjagaan hati. Ia menghamparkan “sajadah wara’”, sehingga tak ada sesuatu pun yang terlintas di pikiran selain Allah.

Imam Junayd Menunjukkan Bukti
Selama empat puluh tahun, Junayd sibuk menekuni latihan sufi. Selama tiga puluh tahun, ia mendirikan salat malam, lalu berdiri dan mengulang-ulang lafadz ‘Allah’ hingga fajar, kemudian ia mendirikan shalat subuh dengan wudlu yang ia lakukan pada malam sebelumnya.
Ia berkata, “Setelah empat puluh tahun berlalu, kesombongan merasuki diriku; aku merasa telah mencapai tujuanku. Tiba-tiba sebuah suara terdengar dari langit berbicara padaku, “Junayd, telah tiba saatnya bagi-Ku untuk memperlihatkan padamu ikatan korset bagimu.”
Ketika aku mendengar kata-kata ini, aku pun berseru, “Ya Allah, dosa apa yang telah dilakukan oleh Junayd?”
Suara itu menjawab, “Untuk apa engkau tanyakan itu? Apakah engkau ingin mencari-cari dosa yang lebih menyedihkan daripada apa yang engkau perbuat?” Junayd menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya.
Ia berbisik, “Ia, yang tidak cukup berharga untuk penyatuan, segala perbuatan baiknya adalah dosa.”
Ia, terus duduk di dalam kamarnya sambil memekik “Allah... Allah...” sepanjang malam.
Lidah-lidah panjang para pemfitnah menyerangnya dan tingkah lakunya dilaporkan kepada Khalifah.
“Ia tidak dapat dihukum tanpa bukti,” kata sang Khalifah.
Mereka (Para pemfitnah menyatakan, “Banyak orang tergoda oleh kata-katanya.”
Sang Khalifah mempunyai seorang budak wanita yang kecantikannya tak ada duanya. Sang Khalifah sangat mencintainya, ia membeli budak wanita itu seharga tiga ribu dinar. Sang Khalifah memerintahkan
agar budak wanita itu didandani dengan pakaian bagus dan perhiasan-perhiasan mahal.
Sang Khalifah memberikan instruksi kepada budak wanita itu, “Pergilah ke suatu tempat. Berdirilah di dekat Junayd dan perlihatkan wajahmu. Biarkan ia melihat perhiasan dan pakaianmu. Katakan padanya, ‘Aku memiliki harta benda yang berlimpah namun hatiku telah lelah dengan urusan-urusan duniawi. Aku datang ke sini untuk memintamu melamarku, agar dengan bimbinganmu aku dapat mengabdikan diriku untuk beribadah pada-Nya. Hatiku tidak menemukan ketenangan kecuali dalam dirimu.’ Pertontonkan dirimu padanya. Perlihatkan kecantikanmu, dan berusahalah sekuat tenaga untuk membujuknya.”
Budak wanita itu pergi menemui Junayd dengan ditemani oleh seorang pelayan. Ia lalu mendekati dan menjalankan apa-apa yang telah diinstruksikan kepadanya. Tanpa sengaja, Junayd memandang budak wanita itu. Junayd tetap diam dan tidak menjawab. Budak wanita itu mengulangi ceritanya. Junayd menundukkan kepalanya, lalu ia mendongak.
“Ah,” serunya sambil menghembuskan napasnya ke arah budak wanita itu. Seketika budak wanita itu jatuh ke tanah dan mati.
Pelayan yang menemaninya kembali menemui Khalifah dan melaporkan apa yang telah terjadi. Jiwa sang Khalifah serasa terbakar dan ia bertobat atas yang telah ia lakukan.
Sang Khalifah berkata, “Ia, yang memperlakukan orang lain tidak sebagaimana mestinya, melihat apa yang harusnya tidak ia lihat.”
Sang Khalifah kemudian bangkit dan memerintah pembantunya untuk memanggil Junayd. “Sungguh seseorang yang tak dapat dipanggil untuk menghadap,” komentarnya.
Khalifah bertanya, “Wahai Syeikh, bagaimana engkau tega membunuh seseorang yang begitu cantik?”
Junayd menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, kasih sayangmu kepada orang-orang mukmin begitu besarnya, sampai-sampai engkau ingin meleyapkan empat puluh tahun kedisiplinanku yang ku isi dengan wara’ dan penyangkalan diri. Memangnya siapa aku ini? Janganlah melakukan apa yang engkau tidak sukai bagi dirimu sendiri!”
Setelah peristiwa itu, urusan-urusan Junayd berjalan dengan baik. Kemasyhurannya tersebar keseluruh penjuru dunia. Seberapapun seringnya ia disiksa, reputasinya meningkat seribu kali lipat.
Ia mulai berkhotbah. Suatu kali ia menjelaskan, “Aku tidak berkhotbah di muka umum sampai tiga puluh wali besar mengatakan padaku bahwa aku telah pantas untuk menyeru manusia kepada Allah.”
Ia berkata, “Selama empat puluh tahun aku duduk menjaga hatiku. Kemudian selama sepuluh tahun hatiku menjagaku. Kini telah genap duapuluh tahun dimana aku tidak mengetahui apa pun tentang hatiku dan hatiku pun tidak mengetahui apapun tentang aku.”
Ia melanjutkan, “Selama tiga puluh tahun, Allah berbicara kepada Junayd dengan lidah Junayd, Junayd tidak berada disana sama sekali, namun manusia tidak mengetahuinya.”

Imam Junayd Berkhotbah
Saat lidah Junaid telah mahir mengutarakan kata-kata yang menakjubkan, Sarri as-Saqathi mengatakan kepadanya bahwa telah wajib, baginya untuk berkhotbah dimuka umum.
Awalnya Junaid merasa ragu, tidak ingin melakukan hal itu. “Saat ada sang guru, tak pantas bagi si murid untuk berkhotbah,” kata Junaid mengutarakan keberatannya.
Sampai akhirnya pada suatu malam, Junayd bertemu dengan Nabi Saw. Dalam mimpinya. “Berkhotbahlah,” kata Nabi Saw.
Keesokan paginya pada suatu malam, Junaid pun bangkit dan hendak pergi menemui Sarri untuk menceritakan mimpinya. Namun, ketika hendak keluar, ia menemukan Sarri tengah berdiri didepan pintu.
Sarri berkata, “Sampai saat ini, engkau masih ragu-ragu, menunggu orang-orang lain memintamu untuk berkhotbah. Kini engakau harus bicara (berkhotbah di muka umum), karena kata-katamu telah dijadikan sarana bagi keselamatan seluruh dunia.”
Engkau tidak mau bicara saat para murid membujukmu untuk bicara. Engkau tidak mau bicara saat para syeikh kota Baghdad memintamu untuk bicara. Engkau juga tidak mau bicara kendati aku telah mendesakmu untuk bicara. Sekarang, Nabi Saw. Telah memerintahkanmu untuk bicara, maka engkau harus bicara.”
“Ya Allah, maafkanlah hamba,” tutur Junaid “Paman, bagaimana engkau tahu kalau aku bertemu dengan Nabi Saw dalam mimpiku?”
Sarri menjelaskan, “Aku bertemu dengan Allah dalam mimpiku. Dia berkata, ‘Aku telah mengutus Rasul-Ku untuk meminta Junayd berkhotbah di atas mimbar’.”
“Kalau begitu, aku akan berkhotbah,” kata Junaid kemudian. “Namun dengan satu syarat, yang hadir tidak lebih dari empat puluh orang.”
Suatu hari, Junayd berkhotbah di hadapan empatpuluh orang hadirin. Delapan belas orang di antaranya meninggal dunia dan duapuluh dua orang lainnya jatuh ketanah tak sadarkan diri. Mereka kemudian diangkat dan dibawa pulang ke rumah mereka masing-masing.
Dilain hari, Junayd berkhotbah. Diantara hadirin ada seorang pemuda Kristen, namun tak ada seorang pun yang mengetahui bahwa pemuda itu beragama Nasrani.
Pemuda itu mendekati Junayd dan berkata, “Nabi bersabda, ‘berhati-hatilah terhadap pengetahuan orang yang beriman, kanena ia melihat dengan cahaya Tuhan’.”
Junayd menjawab, “Yang benar adalah engkau harus menjadi seorang Muslim dan memotong korset Nasranimu, kanena ini adalah acara khusus bagi Muslim.”
Seketika itu Pula pemuda tadi menjadi seorang Muslim.
Setelah Junayd berkhotbah beberapa kali, masyarakat menyuarakan penentangannya. Akhinnya Junayd pun berhenti berkhotbah dan kemudian kembali ke kamarnya. Ia didesak untuk terus berkhotbah namun ia menolak.
“Sudah cukup,” katanya. “Aku tidak dapat mengusahakan kehancuranku sendiri.”
Beberapa waktu kemudian, Junayd naik ke mimbar dan mulai berkhotbah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
“Kebijaksanaan apa yang terdapat di dalam apa yang engkau perbuat ini?” ia ditanya.
Junayd menjawab, “Aku menemukan sebuah hadist di mana Nabi Saw. bersabda, ‘Pada akhir zaman, yang menjadi juru bicara suatu masyarakat adalah orang yang terburuk di antara mereka. Ia akan berkata pada mereka, Aku tahu bahwa aku adalah orang yang terburuk di antara kalian. Aku berkhotbah karena apa yang telah disabdakan oleh Nabi Saw. Dengan begitu, aku tidak menentang kata-kata beliau.”
Al-Jurairy mengabarkan, “Aku baru saja pulang dan Mekkah, dan hal pertama yang kulakukan adalah mengunjungi al-Junayd agar tidak mengangan-angan diriku. Aku Ialu memberi salam kepadanya dan pulang ke rumah. Keesokan harinya ketika aku shalat subuh di masjid, aku melihatnya berdiri pada shaf di belakangku. Aku berkata, ‘Aku mendatangimu kemarin hanya supaya engkau tidak mengharap harap diriku.’ Ia menjawab, ‘Itulah keutamaanmu. Dan itulah hakmu’.”

subhanallah, wallahu a'lam

reff : http://www.blogger.com

Sunday, June 26, 2011

SEJARAH HIDUP IMAM BUKHARI


Imam Bukhari Lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Dipanggil dengan Abu Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Islmail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan lebih dikenal dengan sebutan Al Imam Al Bukhari.

Buyut beliau, Al Mughirah, semula beragama Majusi (Zoroaster), kemudian masuk Islam lewat perantaraan gubernur Bukhara yang bernama Al Yaman Al Ju’fi. Sedang ayah beliau, Ismail bin Al Mughirah, seorang tokoh yang tekun dan ulet dalam menuntut ilmu, sempat mendengar ketenaran Al Imam Malik bin Anas dalam bidang keilmuan, pernah berjumpa dengan Hammad bin Zaid, dan pernah berjabatan tangan dengan Abdullah bin Al Mubarak.

Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim Al Khalil ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.

Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam.

Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.

Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim.

Al Imam Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.

Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, pent.)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.

Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud.

Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang seperti dia(imam bukhari). Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.

Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak pernah meliahat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan lebih kuat hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail (Al Bukhari).”

Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (Al Imam Al Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status (kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.

Al Imam Al Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadits yaitu kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau disebut juga Ash-Shahih atau Shahih Al Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran.

Hubungannya dengan kitab tersebut, ada seorang ulama besar ahli fikih, yaitu Abu Zaid Al Marwazi menuturkan, “Suatu ketika saya tertidur pada sebuah tempat (dekat Ka’bah –ed) di antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim. Di dalam tidur saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau berkata kepada saya, “Hai Abu Zaid, sampai kapan engaku mempelajari kitab Asy-Syafi’i, sementara engkau tidak mempelajari kitabku? Saya berkata, “Wahai Baginda Rasulullah, kitab apa yang Baginda maksud?” Rasulullah menjawab, “ Kitab Jami’ karya Muhammad bin Ismail”.

Karya Al Imam Al Bukhari yang lain yang terkenal adalah kita At-Tarikh yang berisi tentang hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di bidang akhlak belau menyusun kitab Al Adab Al Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu Af’aal Al Ibaad.

Ketakwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari merupakan sisi lain yang tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.

Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al Bukhari berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak dihisab dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain).”

Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.

Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”

Al Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”

Al Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai usia enam puluh dua tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada Al Imam Al Bukhari.

reff :http://www.pesantrenonline.co.cc

SEJARAH HIDUP SULTHANUL AULIA SYEKH ABDUL QADIR AL-JIILANI


Syekh Abdul Qodir Jiilani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jiilani. Lahir di di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali. Tapi, al-Ghazali tetap belajar sampai mendapat ijazah dari gurunya yang bernama Abu Yusuf al-Hamadany (440-535 H/1048-1140 M) di kota yang sama itu sampai mendapatkan ijazah. Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau usia ibunya 60 tahun. Ada yang menyatakan bahwa pada usia 60 tahun tidak ada wanita yang bisa hamil lagi. Ibu beliau bernama Fathimah binti Syekh Abdullah Ash-Shauma’i. Setelah lahir Syekh Abdul Qodir tidak mau menyusupada saat bulan Ramadhan, sehingga jika masyarakat tidak dapat melihat hilal penentuan bulan Ramadhan, masyarakat mendatangi ayah Syekh Abdul Qodir. Jika ayah beliau menjawab “hari ini anakku tidak menyusu maka orang-orangpun mengerti bahwa bulan Ramadhan telah tiba”.

Abul Hasan An-Nadawi, dalam kitabnya “Rijalul Fikri wal da’wah wal Islam” (Tokoh-tokoh Intelektual Da’wah dan Islam) mengisahkan tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jailanisebagai berikut :

“Majelis beliau (Abdul Qadir) dihadiri oleh tujuh puluh ribu orang. Di tangannya lebih dari lima ribu orang Yahudi dan Nasrani masuk Islam, dan lebih dari seratus orang yang sesat bertaubat. Beliau buka pintu bai’at dan taubat di bawah bimbingannya. Maka masuklah ke dalam bimbingannya orang-orang yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah, sehingga keadaan umat semakin membaik dan keislaman mereka pun semakin mendalam.

Syeikh Abdul Qadir terus menerus mendidik, membimbing dan mengontrol perkembangan masyarakat. Sehingga mereka menyadari tanggung jawab yang mereka pikul setelah mereka berbai’at, bertaubat dan memperbaharui keimanan. Kemudian Syeikh Abdul Qadir memberikan ijazah kepada murid-muridnya yang cerdas, istiqomah, dan punya kemampuan untuk mentarbiyah. Murid-murid beliau kemudian menyebar ke seluruh pelosok bumi. Mengajak umat manusia ke jalan Allah, mentarbiyah jiwa mereka dan memberantas syirik, bid’ah, nifaq dan berbagai bentuk kejahiliahan lainnya. Maka tersebarlah da’wah Islamiyah dan berdirilah markas-markas keimanan, madrasah-madrasah kebaikan, barak-barak jihad, dan perkumpulan-perkumpulan ukhuwah Islamiyah di seluruh penjuru dunia Islam …

Para pengikut Syeikh Abdul Qadir, murid-muridnya, dan generasi berikut yang mengikuti langkahnya dalam da’wah dan perbaikan jiwa manusia; mempunyai peran yang sangat besar dalam menjaga semangat Islam, pelita iman, da’wah, dan jihad, serta kemampuan menolak syahwat dan cinta kekuasaan.

Mereka pun memiliki andil sangat besar dalam menyebarkan Islam ke negeri-negeri yang tak bisa dicapai oleh pasukan Islam atau tak bisa ditundukkan secara militer. Atas andil mereka Islam menyebar di Afrika hitam, Indonesia, kepulauan lautan Hindia, Cina, India dan negeri-negeri lain.”

Penulis terkenal Syakib Arselan rahimahullah dalam bukunya ‘Hadirul ‘Alam Islami’ (Dunia Islam Masa Kini) dalam sub judul “Nahdlotul Islam fil-Afriqiya Wa Asbabuha” (Kebangkitan Islam di Afrika) menulis sebagai berikut :

“Syeikh Abdul Qadir Jiilani yang tinggal di daerah Jiilan, merupakan seorang mursyid agung yang tumbuh brilian. Beliau mempunyai pengikut yang tak terbilang jumlahnya, thoriqah (bimbingan) nya sampai ke Asbania (Spanyol). Ketika pemerintahan Arab (Islam) lenyap dari Spanyol, madrasah Qodiriyah pindah ke Fas. Berkat cahaya yang terpancar dari madrasah ini, berbagai bentuk bid’ah yang ada pada orang-orang Barbar berhasil dilenyapkan. Untuk selanjutnya mereka berpegang teguh pada ajaran Ahli Sunnah Wal Jama’ah.”

Ketika Beliau Muda

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra’ dan juga Abu Sa’ad al Muharrimi. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.

Murid-Murid Beliau
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqh terkenal al Mughni.

Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau.
Salah satu yang dialamatkan beliau adalah masalah beliau dianggap salah satu ulama yang tajsim sebagaimana di sebutkan dalam manaqib-manaqib beliau diantara dalam kitab al Nur al Burhan yang berbunyi :
انت واحد في السماء وانا واحد في الأرض

Dalam kitab yang lain yaitu dalam Tafrikhul Khotir hal 46 berbunyi:

انت واحد في السماء وانت الكبير الجبار المتكبر وانا الحقير الفقير القليل لااله الا انت

Secara tekstual sepertinya dapat disimpulkan bahwa beliau menetapkan Allah itu berarah atau bertempat, banyak nash yang secara tekstual (lihat dalam kitab Al Ghunniyah) sepertinya mengisyaratkan bahwa Allah berarah dan bertempat tertentu, namun apabila kita kaji sebagaimana penelitian yang disampaikan KH. Drs Achmad Muhdhor dari Pesantren Luhur Malang dengan mengambil pendapat Syekh Muhyiddin bin al A’robi dalam kitabnya Aqidatul Khowwash yang berbunyi :

وليس فيها (الغنية) لفظ الجهة…… وهذا يؤيد ماذكره الأئمة الأعلام نجم الدين الكبرى واليافعي والشعراني وابن حجر من تنزيه سيد الشيخ عبد القادر عن ذلك . 25

“Dan didalam kitab Al Ghunniyah tidak terdapat lafadz arah……, dan ini dikuatkan oleh pendapat yang dikemukakan oleh para alim diantaranya yaitu: Najamuddin al-Kubro, Imam al-Yafi’I, Imam Sya’roni, Ibnu Hajar, bahwa Syekh Abdul Qodir al jilany terlepas dari I’tiqod tentang penetapan arah bagi Tuhan”.

Permasalahan ini pada dasarnya merupakan masalah ta’wil tentang “istawaa”nya Allah, untuk itu kita harus juga melihat pendapat beliau Syekh Abdul Qodir mengenai ta’wil dalam kitab Sirr al Asror, beliau mengatakan:
التفسير للعوام و التأويل للخواص,لأنهم العلماء الراسخون,لأن معنى الرسوخ الثبات والإستقرار والإستحكام فى العلم… (سر الأسرار:61).
Dalam pendapatnya diatas nampaknya beliau membedakan pembidanan antara tafsir dan ta’wil, tafsir bagi beliau untuk orang umum, sedangkan ta’wil bagi orang khusus, dalam hal ini adalah ulama’ yang mampu menetapkan, dan mengambil suatu hikmah dari suatu ilmu.

Karya-karya Beliau
Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah.”
Karya beliau, antara lain :
Risalah al Ghoutsiyyah, Sirr Al Asror, Fathu Al Rabbany, al Ghunniyah fi al Tashowwuf, Maratib al Wujud, dan beberapa karya yang lain,

Masa Kemasyhuran
Al-Jaba’i berkata bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Jiilani pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu ‘anhum]].
Kemudian, Syaikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasulullah SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, “anakku, mengapa engkau tidak berbicara?”. Aku menjawab, “Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?”. Ia berkata, “buka mulutmu”. Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu, aku shalat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, “buka mulutmu”. Ia lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada RasuluLlah SAW. Kemudian, aku berkata, “Pikiran, sang penyelam yang mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat”. Ia kemudian menyitir, “Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis.”
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syaikh Abdul Qadir al Jaelani berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, “kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang”. Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka”. “Sesungguhnya” kata suara tersebut, “Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu”. “Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku” tanyaku. “Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu” jawab suara itu.
Aku pun menbuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.

Kejadian-kejadian Penting
Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. “Apa ini dan ada apa?” tanyaku. “Rasulullah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat” jawab sebuah suara. Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat RasuLullah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, “Wahai Abdul Qadir”. Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. “Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah SAW?” tanyaku kepadanya. “Sebagai rasa hormatku kepada Rasulullah SAW” jawab beliau.
Rasulullah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. “apa ini?” tanyaku. “Ini” jawab Rasulullah, “adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian”. Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.
Saat Khidir as. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, “Engkau tidak akan sabar kepadaku”, aku akan berkata kepadamu, “Engkau tidak akan sabar kepadaku”. “Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.”
Al-Khattab pelayan Syaikh Abdul Qadir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas al Khidir as lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

Hubungan Guru dan Murid
Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir al Jiilani berkata, ”Seorang Syaikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
1. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
2. Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
3. Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
4. Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
5. Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
6. Dua karakter dari Ali yaitu aalim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepada beliau dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syaikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Menurut saya (penulis buku) yang harus dimiliki seorang syaikh ketika mendidik seseorang adalah dia menerima si murid untuk Allah, bukan untuk dirinya atau alasan lainnya. Selalu menasihati muridnya, mengawasi muridnya dengan pandangan kasih. Lemah lembut kepada muridnya saat sang murid tidak mampu menyelesaikan riyadhah. Dia juga harus mendidik si murid bagaikan anak sendiri dan orang tua penuh dengan kasih dan kelemahlembutan dalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, dia selalu memberikan yang paling mudah kepada si murid dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya. Dan setelah sang murid bersumpah untuk bertobat dan selalu taat kepada Allah baru sang syaikh memberikan yang lebih berat kepadanya. Sesungguhnya bai’at bersumber dari hadits Rasulullah SAW ketika beliau mengambil bai’at para sahabatnya.
Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya. Rasulullah berkata, “Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)”. Kemudian, Ali ra. kembali berkata, “Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir”. Rasulullah berkata, “Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan ‘Allah’, ‘Allah’. “Bagaimana aku berzikir?” tanya Ali. Rasulullah bersabda, “Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula”. Lalu, Rasulullah berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut”.
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).


Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpinan anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.

Sejak itu tarekat Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad Ghawsh (w 1517 M) juga mengaku keturunan Abdul Qodir Jaelani. Di Turki oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.

Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri,"Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya."

Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qidiriyah di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), Miyan Khei (1550 M), Qumaishiyah (1584), Hayat al-Mir, semuanya di India. Di Turki terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah, Waslatiyyah. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah, 'Urabiyyah, Yafi'iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla'iyah. Sedangkan di Afrika terdapat tarekat Ammariyah, Bakka'iyah, Bu' Aliyya, Manzaliyah dan tarekat Jilala, nama yang biasa diberikan masyarakat Maroko kepada Abdul Qodir Jilani. Jilala dimasukkan dari Maroko ke Spanyol dan diduga setelah keturunannya pindah dari Granada, sebelum kota itu jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M dan makam mereka disebut "Syurafa Jilala".
Dari ketaudanan nabi dan sabahat Ali ra dalam mendekatkan diri kepada Allah swt tersebut, yang kemudian disebut tarekat, maka tarekat Qodiriyah menurut ulama sufi juga memiliki tujuan yang sama. Yaitu untuk mendekat dan mendapat ridho dari Allah swt. Oleh sebab itu dengan tarekat manusia harus mengetahui hal-ikhwal jiwa dan sifat-sifatnya yang baik dan terpuji untuk kemudian diamalkan, maupun yang tercela yang harus ditinggalkannya.

Misalnya dengan mengucapkan kalimat tauhid, dzikir "Laa ilaha Illa Allah" dengan suara nyaring, keras (dhahir) yang disebut (nafi istbat) adalah contoh ucapan dzikir dari Syiekh Abdul Qadir Jaelani dari Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, hingga disebut tarekat Qodiriyah. Selain itu dalam setiap selesai melaksanakan shalat lima waktu (Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya' dan Subuh), diwajibkan membaca istighfar tiga kali atau lebih , lalu membaca salawat tiga kali, Laailaha illa Allah 165 (seratus enam puluh lima) kali. Sedangkan di luar shalat agar berdzikir semampunya.

Dalam mengucapkan lafadz Laa pada kalimat "Laa Ilaha Illa Allah" kita harus konsentrasi dengan menarik nafas dari perut sampai ke otak.

Kemudian disusul dengan bacaan Ilaha dari arah kanan dan diteruskan dengan membaca Illa Allah ke arah kiri dengan penuh konsentrasi, menghayati dan merenungi arti yang sedalam-dalamnya, dan hanya Allah swt-lah tempat manusia kembali. Sehingga akan menjadikan diri dan jiwanya tentram dan terhindar dari sifat dan perilaku yang tercela.

Menurut ulama sufi (al-Futuhat al-Rubbaniyah), melalui tarekat mu'tabarah tersebut, setiap muslim dalam mengamalkannya akan memiliki keistimewaan, kelebihan dan karomah masing-masing. Ada yang terkenal sebagai ahli ilmu agama seperti sahabat Umar bin Khattab, ahli syiddatil haya' sahabat Usman bin Affan, ahli jihad fisabilillah sahabat Hamzah dan Khalid bin Walid, ahli falak Zaid al-Farisi, ahli syiir Hasan bin Tsabit, ahli lagu Alquran sahabat Abdillah bin Mas'ud dan Ubay bin Ka'ab, ahli hadis Abi Hurairah, ahli adzan sahabat Bilal dan Ibni Ummi Maktum, ahli mencatat wahyu dari Nabi Muhammad saw adalah sahabat Zaid bin Tsabit, ahli zuhud Abi Dzarr, ahli fiqh Mu'ad bin Jabal, ahli politik peperangan sahabat Salman al-Farisi, ahli berdagang adalah Abdurrahman bin A'uf dan sebagainya.

reff :http://cridealits.blogspot.com/

Friday, June 24, 2011

الخطبة في أمانة اختبار الطلاب


الحمد لله أحمده وأشكره وأتوب إليه سبحانه وأستغفره قضى بالحق وأمر بالعدل وهو السميع البصير ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الذي قام بعبادة ربه ونصح أمته وبلغ البلاغ المبين ، فصلوات الله وسلامه عليه وعلى آله وأصحابه والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين .
أما بعد : أيها المسلمون فقد قال الله تعالى : { إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا } ، وقال سبحانه : { إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا } سبحان الله ، ما أظلم الإنسان وما أجهله ، تعرض الأمانة على السماوات والأرض والجبال فيمتنعن عن حملها ثم يأتي الإنسان فيتحملها نعم إن الإنسان هو الذي تحملها بما وهبه الله من عقل وما أعطاه من إرادة وتصرف : { وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا } : { فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ } . .

إن الأمانة مسئولية عظيمة وعبء ثقيل على غير من خففه الله عليه ، إنها التزام الإنسان بالقيام بحق الله وعبادته على الوجه الذي شرعه مخلصا له الدين وهي كذلك التزام بالقيام بحقوق الناس من غير تقصير ، كما تحب أن يقوموا بحقوقك من غير تقصير ، ونحن بني الإنسان قد تحملنا الأمانة وحملناها على عواتقنا والتزمنا بمسئوليتها وسنسأل عنها يوم القيامة ، فيا ليت شعري ما هو الجواب إذ سئلنا في ذلك اليوم العظيم اللهم تثبيتا وصوابا .
أيها المسلمون ، إن الله أمرنا أن نؤدي الأمانات إلى أهلها وأمرنا إذا حكمنا بين الناس أن نحكم بالعدل ، هذان أمران لا تقوم الأمانة إلا بهما ، أداء الأمانات إلى أهلها والحكم بين الناس بالعدل ، وإننا الآن على أبواب اختبارات الطلبة من ذكور وإناث وإن الاختبارات أمانة وحكم فهي أمانة حين وضع الأسئلة وأمانة حين المراقبة وحكم حين التصحيح . أمانة حين وضع الأسئلة يجب على واضعي الأسئلة مراعاتها بحيث تكون على مستوى الطلبة المستوى الذي يبين مدى تحصيل الطالب في عام دراسته بحيث لا تكون سهلة لا تكشف عن تحصيل ولا صعبة تؤدي إلى التعجيز .
والاختبارات أمانة حين المراقبة فعلى المراقب أن يراعي تلك الأمانة التي ائتمنته عليها إدارة المدرسة ، ومن ورائها وزارة أو رئاسة وفوق ذلك دولة بل ائتمنه عليها المجتمع كله ، فعلى المراقب أن يكون مستعينا بالله يقظا في رقابته مستعملا حواسه السمعية والبصرية والفكرية يسمع وينظر ويستنتج من الملامح والإشارات ، على المراقب أن يكون قويا لا تأخذه في الله لومة لائم يمنع أي طالب من الغش أو محاولة الغش ؛ لأن تمكين الطالب من الغش غش ، وقد قال النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ : « من غش فليس منا » . وتمكين الطالب من الغش ظلم لزملائه الحريصين على العلم ، المجدين في طلبه ، الذين يرون من العيب أن ينالوا درجة النجاح بالطرق الملتوية . إن المراقب إذا مكن أحدا من هؤلاء المهملين الفاشلين في دراستهم إذا مكنهم من الغش ، فأخذ درجة نجاح يتقدم بها على الحريصين المجدين كان ذلك ظلما لهم وكان كذلك ظلما للطالب الغاش ، وهو في الحقيقة مغشوش حيث انخدع بدرجة نجاح وهمية لم يحصل بها على ثقافة ولا علم ، ليس له من ثقافته ولا علمه سوى بطاقة يحمل بها شهادة زيف لا حقيقة ، وإذا بحثت معه في أدنى مسألة مما تنبئ عنه هذه البطاقة لم تحصل
منه على علم . إن تمكين الطالب من الغش خيانة لإدارة المدرسة ، وللوزارة أو الرئاسة التي من ورائها ، وخيانة للدولة وخيانة للمجتمع كله . وإن تمكين الطالب من الغش أو تلقينه الجواب بتصريح أو تلميح ظلم للمجتمع ، وهضم لحقه حيث تكون ثقافته مهلهلة يظهر فشلها عند دخول ميادين السباق ، ويبقى مجتمعنا دائما في تأخر وفي حاجة إلى الغير ، وذلك لأن كل من نجح عن طريق الغش لا يمكن - إذا رجع الأمر إلى اختياره - أن يدخل مجال التعليم والتثقيف لعلمه أنه فاشل فيه . وإن تمكين الطالب من الغش كما يكون خيانة وظلما من الناحية العلمية والتقديرية ، يكون كذلك خيانة وظلما من الناحية التربوية لأن الطالب بممارسته الغش يكون مستسيغًا له هينًا في نفسه فيتربى عليه ويربى عليه أجيال المستقبل ، ومن سن في الإسلام سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها إلى يوم القيامة .
إن على المراقب أن لا يراعي شريفا ولا قريبا لقرابته ولا غنيا لماله إن عليه أن يراقب الله عز وجل الذي يعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور ، عليه أن يؤدي الأمانة كما تحملها لأنه مسئول عنها يوم القيامة . ولربما قال مراقب إذا أديت واجب المراقبة إلى جنب من يضيع ذلك فقد أرى بعض المضايقات ، فجوابنا عليه أن نقول اتق الله تعالى فيما وليت عليه واقرأ قول الله تعالى { وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا } وقوله : { وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا } وقوله { فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ } .
أيها المسلمون : إن الاختبارات حكم حين التصحيح فإن المعلم الذي يقدر درجات أجوبة الطلبة ، ويقدر درجات سلوكهم هو حاكم بينهم لأن أجوبتهم بين يديه بمنزلة حجج الخصوم بين يدي القاضي ، فإذا أعطى طالبا درجات أكثر مما يستحق فمعناه أنه حكم له بالفضل على غيره مع قصوره ، وهذا جور في الحكم ، وإذا كان لا يرضى أن يقدم على ولده من هو دونه فكيف يرضى لنفسه أن يقدم على أولاد الناس من هو دونهم . إن من الأساتذة من لا يتقي الله تعالى في تقدير درجات الطلبة فيعطي أحدهم ما لا يستحق ، إما لأنه ابن صديقه أو قريبه أو ابن شخص ذي شرف أو مال أو رئاسة ، ويمنع بعض الطلبة ما يستحق إما لعداوة شخصية بينه وبين الطالب أو بينه وبين أبيه أو غير ذلك من الأسباب وهذا كله خلاف العدل الذي أمر الله به ورسوله فإقامة العدل واجبة بكل حال على من تحب ومن لا تحب ، فمن استحق شيئا وجب إعطاؤه إياه ومن لا يستحق شيئا وجب حرمانه منه . أرسل النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ عبد الله بن رواحة إلى اليهود في خيبر ليخرص عليهم الثمار والزروع ويضمنهم ما للمسلمين منها ، فأراد اليهود أن يعطوه رشوة فقال رضي الله عنه منكرا عليهم تطعموني السحت والله لقد جئتكم
من عند أحب الناس إلى ، يعني رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ ولأنتم أبغض إليّ من عدتكم من القردة والخنازير ولا يحملني بغضي لكم وحبي إياه أن لا أعدل عليكم ، فقالوا بهذا قامت السماوات والأرض . تأملوا رحمكم الله هذا الكلام العظيم من عبد الله بن رواحة رضي الله عنه كان يحب النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ أعظم من محبة أي إنسان ، ويبغض اليهود أشد من بغض القردة والخنازير ، حب بالغ للنبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ وبغض شديد لليهود يصرح بذلك رضي الله عنه لليهود ثم يقول لهم لا يحملني بغضي لكم وحبي إياه أن لا أعدل عليكم رضي الله عنك وعن جميع الصحابة .
إن العدل أيها الإخوة لا يجوز أن يضيع بين عاطفة الحب وعاصفة البغض يقول الله عز وجل : { يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ } ويقول سبحانه : { وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ } ويقول تعالى : { وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا } القاسطون هم الجائرون وهم من حطب جهنم والمقسطون هم العادلون وهم من أحباب الله ، وفي الحديث الصحيح عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ أنه قال : « إن المقسطين عند الله على منابر من نور عن يمين الرحمن عز وجل ، وكلتا يديه يمين : الذين يعدلون في حكمهم وأهليهم وما
ولوا » . وقال صلى الله عليه وسلم : « أهل الجنة ثلاثة ذو سلطان مقسط متصدق موفق ورجل رحيم رقيق القلب لكل ذي قربى ومسلم وعفيف متعفف ذو عيال » ( رواهما مسلم ) . فاتقوا الله عباد الله وكونوا قوامين بالقسط شهداء لله ولو على أنفسكم أو الوالدين والأقربين .
وفقني الله وإياكم لأداء الأمانة والحكم بالعدل والاستقامة وثبتني وإياكم على الهدى وجنبنا أسباب الهلاك والردى .
أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولكافة المسلمين من كل ذنب فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم

KHUTBAH JUM’AT BULAN RAJAB : SIKAP KESEDERHANAAN, HIKMAH DARI OLEH-OLEH NABI KETIKA ISRA’ DAN MI’RAJ


الحمد لله . الحمد لله الّذى ارشد العقول الى توحيده وهداها. واوضح أدلّة وحدانيته وجلاها. وابطل ببراهين

الحقّ شُبُه الباطل ومحاها. وثبت كلمة الايمان كما ثـبّت ا لأ رض بالجبـال وارشاها. فسـبحان الّذى لايماثل ولا يضاهى. احمده سبحانه على نعم لا يتناهي. واشكره شكــرمن عرف نعــــمه فرعاها. وأشــــــهد ان لا اله إلاّ الله وحـــــــده
لاشر يك له شـــهادة من عرف معناها وعمــل ظاهرا وباطنا بمقتضــاها. واشهد انّ سيدنامحمّدا عبده ورسوله خيارة الخليقة وأتقاها. نبي خصّه الله باسمح الشّر ائع واجلا ها. وترك امّته على محجّة البيضاء ليلها كضحاها. اللّهمّ صلىّ وسلّم على سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه الّذين عضّوا على سنّته وتمسّكــوا بعراها. (امّا بعـــد) فيــآأيّهاالنـــّاس اتّقوا الله تعالى فإنّ تقواه وقاية من عذابه. واحذروا المعاصى فانها موجبات لغضب الرّبّ وأليـــــم عــــقابه.


HADIRIN JAMA’AH JUM’AH RAHIMAKUMULLAH ...........
Al – Hamdulillah, syukur yang setinggi-tingginya marilah senantiasa kita sanjungkan kehadirat Allah Swt. dimana berkat limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta ‘Inayah-Nya, kita masih diberikan rizqi “umur panjang” masih dipertemukan kembali dengan bulan yang agung, bulan yang mulia yakni “Syahrur Rajab Al Mubaarak”. Bulan yang sangat baik untuk memperbanyak amal ibadah khususnya berpuasa, bulan dimana di dalamnya terdapat sebuah malam yang menjanjikan ganjaran sebagaimana pahalanya orang-orang yang jihad fi sabilillah bagi pelaku kebajikan.

Dengan bekal keyakinan dan keimanan, marilah kita mendinamisir rasa takut kita, ketaqwaan kita sesunggguhnya kepada Allah Rabbil Izzati dan kita lestarikan hingga ajal menjemput kita.


HADIRIN JAMA’AH JUM’AH RAHIMAKUMULLAH ...........

Perjalanan Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Bayt al-Magdis, kemudian naik ke Sidrat al-Muntaha, bahkan melampuinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu yang sangat singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al-Qur'an disodorkan oleh Tuhan kepada Umat manusia. Peristiwa ini membuktikan bahwa ‘Ilm dan Kudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang ‘finite’ (terbatas) dan ‘infinite’ (tak terbatas) tanpa terbatas waktu dan ruang.

Banyak kaum empiris dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, tidak mempercayainya bahkan menggugat eksistensinya, karena tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Dengan ini kita sebagai insan yang beriman pandekatan yang paling tepat dan sederhana (tidak memerlukan teori-teori kajian ilmiah yang empiris dan rasional) untuk dapat memahaminya adalah cukup dengan pendekatan “Imaniy” sebagaimana yang ditempuh oleh sahabat nabi Abu Bakar Al Shiddiq, seperti tergambar dalam ucapannya : ”apabila Muhammad yang memberitakannya, pastilah benar adanya”. Dan jika keilmiahan yang dituntut, maka Al-Qur'anlah yang harus menjadi pusat rujukan / referensinya, melalui pengamatan terhadap sistematika dan uraian Al-Qur'an tentang Isra’ Mi’raj.

Dalam kaitan tuntutan keilmiahan dalam memandang perirstiwa Agung Isra’ dan Mi’raj nabi Muhammad Saw. dapatlah kiranya dirumuskan kerangka berfikirnya dengan sistematika sebagai berikut :

Para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu apapun menyatakn bahwa segala sesuatu pasti memiliki pendahuluan yang mengantar atau menyebabkannya. Sebagai pakar Al-Qur'an, Imam al-Suyuthi berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam Al-Qur'an adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya. Sedangkan inti uraian satu surat difahami dari nama surat tersebut. Dengan demikian, maka pengantar uraian peristiwa Isra’ Mi’raj adalah surat yang dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang berarti “lebah”


HADIRIN SIDANG JUM’AH YANG DIMULIAKAN ALLAH ......

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa surat Al - Isra’ didahului oleh An - Nahl, mengapa lebah yang mengantarkannya ? lebah dipilih oleh Tuhan untuk menggambarkan keajaiban ciptaan Nya, agar menjadi pengantar keajaiban pembuat Nya dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Lebah juga dipilih untuk menjadi pengantar bagi bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya. Karena manusia seutuhnya adalah “Manusia Mukmin” yang menurut Nabi Muhammad Saw adalah bagaikan lebah, tidak makan kecuali yang baik dan indah, seperti kembang yang semerbak; tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti madu yang dihasilkan lebah itu. Oleh karenanya hanya pendekatan “Imaniy” yang lahir dari pribadi Mu’minlah yang mempercayai peristiwa Isra’ Mi’raj.

Dari segi lain, dalam surat Al - Isra’ sendiri, berulang kali ditegaskan tentang keterbatasan pengetahuan manusia serta sikap yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan tersebut.

Allah Swt. berfirman :

ويخلق مـــا لا تعلــــــمون . (النحل : 8)
انّ الله يعـــلم وانتـــم لا تعلـــمون . (النحل : 74)
وما اوتيـــــتم من العـــــلم إلاّ قلـــيلا . ا (الاسر أ : 85)


Artinya : “Dia (Allah) menciptakan apa-apa (mahluk) yang kamu tidak mengetahuinya. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (QS. An Nahl Ayat: 8,74, Dan Qs. Al-Isra' : 85).

Dan masih banyak lagi yang lainnya. Itulah sebabnya, manusia harus mengambil sikap sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Allah dengan firman-Nya :

ولا تقف ماليس لك به علم. انّ السّمع والبصر والفؤاد كلّ أولئك كـــان عنه مســـئولا. ولا تــمش فى ا لارض مرحــــا. انـــّك لن تخرق
ا لأرض ولن تبـــلغ الجبـــال طولا.(الاســر اء: 36 – 37)


Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung”. (QS. Al-Isra’ : 36 ,37)

Disamping itu, sebelum Al-Qur'an mengakhiri pengantarnya tentang peristiwa Isra’ Mi’raj ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya, dan bagaimana juga sikap yang harus diambil nabi terhadap orag-oran yang mengingkarinya. Allah berfirman dalam surat Al Nahl : 127 – 128.

واصبر وما صبرك إلاّ بالله ولا تحز ن عليهم. ولاتك من ضيق مماّ يمكــــرون. انّ الــله مــع الــّذين اتّقـــــــــوا والــّذين هم محســــــنون. (النحل : 128 – 127)

Artinya : “Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Janganlah pula kamu bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipu dayakan. Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan”.

HADIRIN JAMA’AH JUM’AH YANG BERBAHAGIA ...........

Yang lebih penting lagi untuk kita pertanyakan adalah : mengapa peristiwa Isra’ Mi’raj meski terjadi dalam sejarah perjalanan Nabi ? jawabnya adalah : Al-Qur'an menekankan betapa pentingnya pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat beserta konsolidasinya. Dan hal ini mencapai klimaksnya tergambar pada pribadi hamba Allah yang di Isra’ Mi’rajkan ini, yaitu Nabi Muhammad Saw, serta nilai-nilai yang diterapkannya dalam masyarakat beliau. Dalam surat Al Isra’ ditemukan banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat. Sebagai “hikmah” peristiwa Isra’ Mi’raj itu sendiri antara lain :

Pertama, ditemukan petunjuk untuk melakukan sholat lima waktu, dan juga sholat sunnah malam. Allah berfirman :

أقم الصلواة لدلوك الشّمس الى غسق اللّيل وقر آن الفجر. انّ قر آن الفجر كان مشهودا. ومن اللّيل فتهجّد به نافلة لك عسى أن يبعثك ربّك مقاما محـــمودا. (ا لا ســر اء : 79 – 78)


Artinya : "Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula sholat shubuh. Sesungguhnya sholat shubuh itu disaksikan oleh Malaikat”, dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu : mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu pada derajat yang terpuji”. (QS. AL Isra’ : 78 dan 79).

Dan “Sholat” ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Sholat pada hakekatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia untuk mengejawantahkan diri ketika berhubungan dengan kholiqnya Allah Swt. Sholat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena sholat dalam pengertiannya yang luas, merupakan dasar-dasar pembangunan, terutama pembangunan diri dan kepribadian. Sehingga merupakan tanda bagi kebejatan akhlak dan kerendahan moral, apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Tuhan hanya pada saat ia dideskoleh kebutuhannya.

Ke – dua, petunjuk-petunjuklain yang ditemukan dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, adalah membangun manusia seutuhnya menuju masyarakat adil dan makmur. Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam Al- Qur’an surat Al-Isra ayat : 16 :

واذا أردنا أنّ نهــلك قر ية أمر نا متر فيــها فحقّ علـيها القول فد مرنها تدمير ا
(ا لا سر اء : 16)


Artinya : “Jika kamu hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah dinegeri itu (supaya mereka mentaati Allah untuk hidup adil dalam kesederhanaan), tetapi mereka durhaka; maka sudah sepantasnyalah berlaku bagi terhadapnya ketentuan Kami kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”.

Petunjuk hidup untuk bersikap “adil” dalam kesederhanaan dan larangan berfaham individualisme, matrialisme, konsumerisme, dan membangun budaya “hedonisme” kembali mendapatkan penekanan dalam beberapa ayat berikutnya. Allah berfirman :

وءآت ذا القــر بى آ حـــقّه و المســـكين وابن الســـّبيل ولا تبذّر تبذير ا . انّ المبذّ رين كانوآ اخون الشّيطـين وكــان الشـّيطان لر بّه كـفورا. (الاسر اء : 27 – 26)


Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang terlantar dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros, sesungguhnya orang yang hidup berlebihan (boros) adalah saudara-saudara syaitan. Dan Syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. Al-Isra 26-27)

Dan Allah melanjutkan firman-Nya :
ولا تجعل يدك مغلولة إلى عنقك ولا تبسطها كلّ البسط فتقعد
ملــوما محســور ا. (الا سـر اء : 29)


Artinya : “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu dalam lehermu, dan janganlah kamu mengulurkannya seluas-luasnya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal". (QS. Al-Isra 29)

Oleh karenanya, kita semua dan setiap orang hidup mestinya tetap dalam kesederhanaan dan keseimbangan.

Bahkan kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang ibadah. Hal ini tersirat dari adanya pengurangan jumlah sholat dari lima puluh menjadi lima kali saja dalam sehari semalam. Juga ditemukan petunjuk, dalam surat Al-Isra’ juga yakni yang berkenaan dengan suara ketika melaksanakan sholat. Allah azza wa zalla berfirman :.

…… ولا تــجهر بصــلاتك ولا تـخــافت بها وابتغ بين ذلـك ســبيلا. (الاسر اء : 110)


Artinya : “Janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan jangan pula merendahkannya, tetapi carilah jalan tengah diantara keduanya”. (QS. Al-Isra 110)

Mengambil jalan tengah dalam setiap sikap hidup dan kehidupan, merupakan cermin kehendak Tuhan yang menekankanbetapa pentingnya “Persatuan masyarakat seluruhnya”. Dengan demikian, masing-masing orang dapat melaksanakan tugas hidup sebaik-baiknya, sesuai dengan bidang dan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain.Hal ini sesuai dengan Firman Alloh Ta’alaa :

قل كلّ يعمل على شاكلته. فر بّكم أعلم بمن هو أهدى سبيلا. (الا سر اء : 84)

Artinya: “Hendaklah tiap-tiap orang berkarya menurut bidang dan kemampuannya masing-masing. Tuhan lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”. (Q.S. Al-Isra’: 84)

Akhirnya,dengan momentum peristiwa besar Isra’ dan Mi’raj Nabi SAW, dengan segala hikmahnya, marilah kita bangun kehidupan kita kembali dengan semangat persatuan dan kesatuan, menumbuhkan sikap kesederhanaan, dan menjauhkan diri dari gaya hidup glamor sebagai benih budaya Hedonisme. Semoga kita mampu menangkap gejala dan menyuarakan keyakinan tentang adanya Ruh Intelektualitaas yang Maha Agung, Tuhan yang Maha Esa di alam semesta ini, serta mampu merumuskan kebutuhan umat manusia untuk memuja-Nya, sekaligus mengabdi kepada – Nya .Amiin 3X Yaa Robbal ‘Alamiin...

والله سبحانه وتعالى يقول وبقول يهتدى المهتدون . واذا قر ئ القر آن فاسـتمعواله وأنصــتو ا لعلّكـــم ترحمــــون. اعوذ بالــله من الشّـــيطا ن الرّ جــــيم. يوم تـجــد كلّ نفس ماعملت من خير محضر ا وما عملت من سوء تودّ لــو انّ بيــنها وبـــينه امدا بعــيدا. ويحــذّركم الله نفســه والله رءوف بالعباد. بارك الله لى ولكم فى القر آن العظيم. ونفعنى وايّا كم بما فيه من ا لأ يات والذّكر الحكيم. ا نّه تعالى جوّاد كــــــر يم رءوف رحــــــيم.

Thursday, June 23, 2011

9 HIKMAH LUAR BIASA MOMENTUM ISRA’ MI’RAJ

Pendahuluan
Peringatan Isra’ Mi’raj sudah sering kita peringati. Kalau dihitung sejak pertama kali kita ikuti waktu kecil dulu hingga sekarang, mungkin sudah puluhan jumlahnya. Namun hingga saat ini bisa jadi kita mengikuti Isra’ Mi’raj hanya sekedar rutinitas tanpa pernah menangkap hikmah luar biasa dibaliknya. Maka, kiranya perlu kita gali secara mendalam hikmah luar biasa momentum Isra’ Mi’raj yang dirangkai dalam sembilan kata yaitu: (1) Islam, (2)Sholat, (3)Riadhus Sholihin, (4)Al Qur’an, (5)Masjid, (6)Ihsan, (7)Rahmah, (8) Amal, (9)Jannah.

1.Kenapa Kita Islam

Dalam hidup ini, tidak ada ajaran apapun didunia ini yang luar biasa menyampaikan dengan jelas dan terang tentang Islam. Islam adalah ajaran yang dibangun dengan pondasi dua kalimah syahadat yang mengakui sepenuh hati bahwa tiada yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allah semata dan untuk itu kita mengakui bahwa Muhammad adalah Rasul Allah yang dengan keteladanannya kita memiliki contoh nyata dalam seluruh aspek kehidupan untuk meraih keselamatan hidup didunia dan akhirat.
“Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah:205)

Islam adalah ibadah dan negara, perdamaian dan akhlak, politik dan ekonomi, kilatan pedang dan Al Qur’an. Tidak ada yang tidak diatur dalam Islam. Keseluruhan ajaran islam bersifat integral dan saling berkaitan satu dan lainnya.


Islam juga merupakan ajaran yang hanya diakui oleh Allah SWT. Selainnya tidak diterima dan tidak pernah ada paksaan untuk mengikutinya.

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam...” (QS. Ali Imran : 19)

“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran : 85)

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat...” (QS. Al Baqarah : 256)


2.Ada apa dengan Sholat

Di seluruh dunia, tidak ada ajaran yang luar biasa mengingatkan penganutnya untuk tetap konsisten dalam kebaikan seperti Islam. Eperti rangkaian aktivitas luar biasa sebelum kita melakukan Sholat. Yaitu: wudhuk, azan dan Iqomah. Dengan aktivitas wudhuk yang benar, maka seluruh anggota tubuh kita dibersihkan dari dosa-dosa kecil. Tubuh juga menjadi segar dan tetap fit. Selain itu badan, pakaian juga mesti bersih dari barang-barang yang haram maupun syubhat, dari najis dan kotoran. Karena kita akan berkomunikasi dengan sang Pemilik Alam semesta: Allah ‘Azza wa jalla.

Selain itu, kita diingatkan dengan azan sebelum sholat. Azan menguatkan kalimah syahadat sehingga disunnahkan kita mengulang apa yang disuarakan muazzin atau bilal saat azan, agar kita juga mendapatkan kebaikan yang sama dengan muazzin.
Untuk seorang muslim, dua kalimah syahadat kita ulang sebanyak:

Deskripsi Jumlah Diulang Total
Azan 2 5X 10
Sholat Wajib Subuh: 2, Zuhur: 2, Ashar: 2, Maghrib: 2, Isya: 2 1X 10
Iqomat 5 1X 5
Total 25

Semakin banyak kita melaksanakan sholat sunat lainnya, maka semakin banyak penguatan kalimah syahadat yang kita lakukan sehingga pondasi Islam kita akan semakin kokoh. Sebaliknya, semakin sedikit kita ucapkan, maka kalimah syahadat akan semakin melemah. Bahkan bisa jadi akan hilang. Na’udzubillahi min dzalik.

Selain itu, sebelum sholat maka dilakukan iqomat. Apa kandungan hikmah luar biasanya? Ingatlah bahwa saat kita dilahirkan, kita diazankan ditelinga kanan dan diiqomatkan ditelinga kiri. Kemudian, saat kita meninggal, kita akan disholatkan. Nah, rangkaian hidup kita sebenarnya hanyalah sepanjang waktu antara azan dan sholat. Yaitu iqomat. Sungguh sangat singkat!

Wajar kiranya sholat menjadi pembeda antara Muslim dan non-Muslim. Sholat juga merupakan kunci Syurga. Selain itu, sholat juga merupakan ibadah utama.

“...Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-badah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut : 45)



3.Mengapa Riadhus Sholihin

Riadhus sholihin adalah riwayat hidup orang-orang yang sholih yang telah mendahului kita dan telah membuktikan bagaimana kontribusi mereka pada Islam, dakwah dan kebaikan pada Ummat manusia didunia ini.

Riadhus sholihin utama, tentunya adalah riwayat kehidupan Rasulullah Muhammad SAW yang kita kenal dengan As Sunnah. Yang merupakan panduan mengarungi kehidupan agar dapat mencapai prestasi-prestasi kehidupan untuk dapat hidup kekal nan abadi di akhirat kelak.

Peran apapun yang ingin kita lakukan, contohlah Rasulullah SAW karena ia merupakan manusia teladan sepanjang zaman. Karena peran luar biasanya dalam mengajak manusia ke jalan Allah, menyeru manusia pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab:21)

Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf : 108)

Sadar atau tidak, kita merupakan umat terbaik bagi manusia ini. Dengan syarat, kita mau menjadi da’i dengan meniti jalan dakwah yang menyeru manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran serta benar-benar beriman kepada Allah, walau apapun profesi, keahlian dan pendidikan kita.

Dakwah harus bersih dan suci. Kebersihannya benar-benar mulia, hingga melampaui ambisi pribadi, menganggap kecil keuntungan materi, meninggalkan hawa nafsu dan kesenangan sementara. Ia melaju di jalan Allah swt untuk para da’i.
Tidak meminta sesuatu pun dari manusia, tidak mengharap harta, tidak menuntut balasan, tidak menginginkan popularitas, tidak menghendaki imbalan serta ucapan terima kasih.

Sungguh, pahala amal kami hanyalah dari Allah SWT yang telah menciptakan

4.Kenapa harus Al Qur’an
Karena Al Qur'an merupakan sumber hukum terbaik yang ada di dunia. Selain itu, Allah juga sampaikan dengan jelas dalam Al Qur’an secara langsung. Dalam surat Al Baqarah: 2-20 sekaligus pembagian manusia:

1. Manusia Bertaqwa (4 ayat)
(2) Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,
(3) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,
(4) dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
(5) Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

2. Manusia Kafir (2 ayat)
(6) Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.
(7) Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.
3. Manusia Munafiq (13 Ayat)
(8) Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
(9) Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
(10) Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
(11) Dan apabila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."
(12) Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
(13) Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu.
(14) Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".
(15) Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.
(16) Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.
(17) Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
(18) Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).
(19) atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
(20) Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.

5. Ada apa dengan Masjid
Kita mungkin sudah ratusan kali masuk keluar masjid. Namun, banyak yang menjadikan kunjungan ke masjid hanya rutinitas belaka. Tanpa makna dan arti apa-apa. Hanya sekedar menjalankan kewajiban. Ketahuilah, bahwa Masjid memiliki nilai luar biasa, diantaranya:
1.Rumah Allah, sehingga siapa yang masuk kedalamnya akan dijamu oleh-Nya.
2.Pusat kebaikan, sehingga orang-orang yang memasukinya akan merasa tentram dan tenang.
3.Pusat peradaban, buktinya bisa kita lihat hingga sekarang.
4.Pusat pertemuan, dalam waktu-waktu sholat, pernikahan, bahkan juga ibadah haji.
5.Pusat ukhuwah dan persatuan


6. Pentingnya Ihsan
Saat ini, kita sangat susah mendapatkan orang-orang yang bisa dipercaya. Apalagi kalau berkaitan dengan uang dan organisasi (kecil, menengah, maupun besar). Apalagi yang berada dilevel pimpinan. Tentu, minimal sekali menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.

Salah satu solusi untuk permasalahan kepemimpinan yang demikian komplek saat sekarang ini adalah mencari orang-orang yang ihsan.
Apa itu ihsan? Malaikat Jibril menrangkan kepada Rasulullah SAW bahwa ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau dilihat oleh-Nya, walaupun engkau tidak bisa melihat-Nya.

Sederhananya, ihsan adalah seorang manusia yang merasa diawasi oleh Allah SWT dalam setiap niat dan aktivitas apapun yang dikerjakannya. Sehingga, tidak akan pernah ia berlaku curang, sombong, apalagi berlaku dzalim.

7. Tumbuhkan sifat Rahmah
Seorang da’i atau pun seorang Muslim perlu menumbuhkan sifat Rahmah atau kasih sayang karena sesama Muslim pada hakikatnya adalah bersaudara. Karena satu keturunan dari Nabi Adam dan Siti Hawa.

Kasih sayang yang luar biasa seperti ungkapan berikut ini:
Kami lebih cintai Umat dari pada diri kami sendiri. Sungguh, jiwa-jiwa kami senang gugur sebagai penebus kehormatan mereka, jika memang tebusan itu yang diperlukan. Atau melayang untuk membayar kejayaan, kemulian agama, dan cita-cita mereka, jika memang mencukupi.

Sungguh, kami benar-benar sedih melihat apa yang menimpa umat ini, sementara kita hanya sanggup menyerah pada kehinaan, ridha pada kerendahan, dan pasrah pada keputusasaan.

Sungguh, kami berbuat dijalan Allah untuk kemaslahatan seluruh manusia, lebih banyak dari apa yang kami lakukan untuk kepentingan diri kami.
Kami milik kalian saudara-saudara tercinta, bukan orang lain. Sesaat pun kami tak akan pernah menjadi musuh.

Sikap ini karena kasih sayang yang telah mencengkeram hati kami, menguasai perasaan kami, menghilangkan kantuk kami, dan mengalir air mata kami.


8. Segeralah Beramal
Melakukan amal-amal kebaikan harus segera dilakukan, karena kita tidak tahu kapan kita akan kembali pada Allah SWT. Alangkah ruginya kita, bila saat dipanggil Allah SWT kita tidak memiliki amalan kebaikan yang bayak. Sehingga sengsara dan azab yang akan kita dapatkan.
Bila kita pernah melakukan dosa dan kesalahan, maka bersegera pula untuk bertobat.


9. Raih Jannah tertinggi
Karena kita semua tentu ingin menjadi dan mendapatkan yang terbaik. Bukankah sah-sah saja kita berkeinginan untuk meraih Syurga tertinggi sehingga bertemu para Nabi dan Rasul serta orang-orang terbaik yang pernah hidup dahulu kala maupun dimasa yang akan datang?
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang dipilih Allah SWT untuk menjadi penghuni Syurga tertinggi. Yaitu Syurga Firdaus. Amin.

Penutup

Bulan Rajab yang didalamnya ada momentum Isra' Mi'raj merupakan pintu menuju bulan-bulan mulia lainnya. Yaitu bulan Sya'ban dan Ramadhan. Mulailah sejak saat ini kita berdoa agar kita tetap hidup dan masih dapat melaksanakan sebanyak-banyaknya ibadah dibulan utama seperti bulan Ramadhan. Agar perbekalan kita untuk pulang kembali pada Allah SWT benar-benar cukup untuk menyelamatkan hidup kita dunia dan akhirat.

reff : http://pks-malaysia.org